Keterangan Gambar : PKM Kolaborasi Nasional Batch 3
Lebak, Banten – Akademi Kebidanan Karya Bunda Husada berpartisipasi dalam Kegiatan PKM Ikatan Dosen Republik Indonesia (IDRI) Provinsi Banten Kolaborasi Batch 3 Tingkat Nasional di Kampung Mualaf Baduy pada hari Sabtu, 10 Juni 2023. Kegiatan ini diikuti sebanyak 170 Dosen dari 54 Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta.
Kampung Mualaf Baduy, sebuah komunitas yang terletak di Desa Sangkanwangi, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, telah menjadi pusat perhatian dalam program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Ikatan Dosen Republik Indonesia (IDRI) Kolaborasi Nasional Batch 3. Komunitas ini memiliki potensi sumber daya manusia yang beragam dan berlimpah, serta kekayaan potensi alam yang unik. Namun, mereka juga menghadapi berbagai tantangan dalam pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, Ikatan Dosen Republik Indonesia (IDRI) Wilayah Banten memimpin inisiatif kolaboratif ini dengan tujuan utama memperkuat kualitas sumber daya manusia dan memberikan kontribusi positif melalui kegiatan bakti sosial di Kampung Mualaf Baduy.
Pendampingan dan pelatihan akan dilakukan dalam berbagai bidang. Akademi Kebidanan Karya Bunda Husada yang diwakili oleh Dr. (Cand.) Liza Anggraeni, S.Psi., M.Si., M. Psi. T mengambil tema Pembinaan, Pendampingan dan Penguatan Pengasuhan Keluarga dengan eksposur yang berfokus pada paparan muatan lokal ke arah pengembangan ranah psikologis/psikis.
Keluarga adalah lembaga terkecil dalam suatu negara dan merupakan embrio dalam pembangunan bangsa, dimana mulai dari dalam keluargalah dapat dilahirkan manusia visioner yang memiliki pandangan jauh kedepan, serta memiliki pemikiran untuk memajukan dan mensejahterakan kehidupan masyarakat terutama masyarakat pedesaan. Banyak strategi yang dapat dipakai untuk menguatkan peran keluarga, namun yang terpenting adalah bagaimana seluruh anggota keluarga menyadari akan pentingnya pendidikan dalam keluarga dan menyadari bahwa pendidikan dalam keluarga menjadi penentu keberhasilan masa depan masyarakat desa untuk membantu mempercepat pembangunan desa dengan tenaga profesional relevan dan resonan yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai dalam mengelola masyarakat desa dan mendampingi pemerintahan desa oleh para lulusan Pendidikan Luar Sekolah.
Anak menjadi salah satu kelompok rentan, riskan dan rawan yang seringkali mengalami berbagai kekerasan, eksploitasi, dan pelanggaran hak-hak lainnya akibat pola pengasuhan orangtua (parenting) yang tidak tepat, proporsional atau mumpuni - khususnya di tengah pandemi COVID-19. Oleh karena itu, peran orangtua dan keluarga sebagai pengasuh utama dan pertama begitu penting dalam memberikan pengasuhan yang bersifat konstruktif, kondusif serta positif-transendental bagi anak, guna memenuhi hak-haknya dan melindungi anak terutama memasuki era ‘new normal’ dan Society 5.0 tanpa efek atau ekses kontraproduktif .
“Melihat kondisi pengasuhan di Indonesia saat ini, terdapat 79,5 juta anak Indonesia (Profil Anak Indonesia Kemen PPPA, 2019) yang harus dipenuhi hak-haknya dan diberikan perlindungan secara khusus. Selain itu, sebanyak 3,73% balita diketahui mendapat pengasuhan tidak layak (Susenas MSBP, 2018). Angka ini cukup besar jika dilihat dalam angka absolutnya dari jumlah seluruh anak di Indonesia,” ungkap Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kemen PPPA, Lenny N. Rosalin dalam Webinar “Orangtuaku Sahabat Terbaikku” dengan tema Penguatan Relasi Keluarga, sebagai rangkaian acara menyambut Hari Anak Nasional (HAN) 2020, Rabu (10/06/2020).
Lenny menuturkan dalam menindaklanjuti hal tersebut, pentingnya mengajak seluruh keluarga untuk memberikan pengasuhan dengan memenuhi hak-hak anak, serta memberikan perlindungan khusus bagi anak yang memerlukannya. Hal ini dapat dilakukan dengan memperkuat relasi antara anak dengan anggota keluarga, agar pengasuhan berbasis hak anak dapat semakin dipahami oleh orangtua, wali atau pengasuh di luar keluarga inti dan di lembaga pengasuhan alternatif, demi mewujudkan anak yang lebih berkualitas dan demi kepentingan terbaik anak.
“Saat ini, masih banyak anak di Indonesia yang belum terpenuhi bahkan dilanggar hak-haknya. Di antaranya yaitu rendahnya kesadaran keluarga untuk mengurus akta kelahiran bagi anak. Pada April 2020, Data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menunjukan baru ada sekitar 73,7 juta anak yang memiliki akta kelahiran di Indonesia,” ujar Lenny.
Berdasarkan cakupan kepemilikan akta kelahiran anak di Indonesia, ada 9 (sembilan) provinsi yang kepemilikan akta kelahirannya masih di bawah target nasional yaitu 85% (Data Konsolidasi Bersih Kemendagri, 31 Maret 2020). “Jika tidak memiliki akta kelahiran, anak akan mengalami kendala dalam mengakses skema-skema perlindungan sosial, seperti pendidikan maupun layanan kesehatan karena akta kelahiran merupakan prasyarat utama untuk mendapatkan akses tersebut,” jelas Lenny.
Menurut Lenny, hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran hak anak, akibat kesalahan orangtua yang tidak peduli, ataupun peduli tetapi aksesnya yang sulit dijangkau. “Masalah ini harus ditangani bersama, Kemen PPPA juga berupaya mencari solusi dengan membahasnya secara lintas kementerian. Kami juga terus melakukan sosialisasi dan advokasi kepada masyarakat terkait pentingnya kepemilikan akta kelahiran bagi anak,” terang Lenny.
Di sisi lain, masalah perkawinan anak juga masih marak terjadi di Indonesia, banyak orangtua yang membiarkan hak anak terlanggar dalam hal ini. Diketahui 1 dari 9 atau 11% perempuan di Indonesia berusia 20-24 tahun menikah di usia anak (Data BPS, 2019).
Selain itu, dalam hak kesehatan dasar, sebanyak 27,67% balita mengalami stunting, 16,29% dengan berat badan di bawah normal (underweight), dan 7,44% tergolong kurus (wasting) (Survei Status Gizi Balita, 2019). Di samping itu, 9,87% anak berusia 0-17 tahun mengkonsumsi kalori di bawah 1400 kkal (IPHA Kemen PPPA, BPS).
Terkait hak pendidikan, angka buta huruf anak berusia 15 tahun ke atas di Indonesia mencapai 4,3%. Untuk rata rata lama sekolah yaitu 8,6 tahun, padahal target yang ditetapkan adalah wajib belajar 12 tahun (Susenas BPS, Maret 2018).
“Untuk itu, kita harus meningkatkan pemahaman dan kapasitas orangtua dan keluarga untuk melakukan aksi nyata dalam peran pengasuhan. Hal ini bertujuan untuk mendorong anak agar berpendidikan lebih tinggi, memiliki gizi lebih baik, menekan angka perkawinan anak, memenuhi kepemilikan akta kelahiran anak, serta memenuhi hak-hak anak lainnya,” ujar Lenny.
Adapun hak-hak anak lainnya yang harus dipenuhi yaitu mendapatkan kartu identitas anak, didampingi saat mengakses informasi, didengarkan suaranya, bermain di tempat yang aman, diawasi saat bermain, semua anak harus sehat melalui pemberian ASI Eksklusif dan makanan pendamping ASI, diberikan imunisasi, diajarkan perilaku hidup bersih sehat, tidak terpapar rokok atau narkoba atau perilaku seks bebas, mengembangkan bakat anak, dan memanfaatkan waktu luang anak dengan kegiatan-kegiatan yang positif, inovatif dan kreatif, serta melindungi dari berbagai tindak kekerasan, elsploitasi, diskriminasi dan perlakuan salah lainnya.
Lenny menjelaskan upaya yang dapat dilakukan untuk membangun relasi keluarga yang kuat terutama di masa pandemi memasuki era new normal ini, melalui pengasuhan dengan kasih sayang, kelekatan, keselamatan dan kesejahteraan yang menetap dan keberlanjutan, demi kepentingan terbaik bagi anak.
“Bentuk relasi yang dapat dibangun ayah dan ibu dalam keluarga, yaitu menyediakan afeksi, pengasuhan dan kenyamanan anak, mempromosikan kesehatan keluarga, menjadi role model yang positif bagi anak, menjadi guru yang kreatif mendampingi anak belajar di rumah, berkreasi membuat anak agar tidak bosan, menciptakan suasana menyenangkan dan gembira, menjadi sahabat bagi anak, kita harus dorong sebuah relasi yang positif,” tambah Lenny.
Pada rangkaian webinar tersebut, Pakar Psikolog dan Keluarga, Alissa Wahid mengungkapkan ada 4 (empat) tantangan kehidupan keluarga di masa pandemi Covid-19, di antaranya yaitu tekanan psikososial ekonomi pribadi dan keluarga, ketidakpastian masa depan, keterbatasan ruang psikologis pribadi akibat berbagi ruang selama masa karantina (#dirumahaja), fondasi keluarga dan hubungan antar anggota keluarga.
Alissa menegaskan, anak menjadi seperti apa, itu adalah tanggungjawab orangtua. “Jangan mencemaskan apakah anak-anak kita dapat menjadi orang yang baik. Cemaskanlah apakah kita dapat menjadi orangtua yang baik bagi anak-anak kita,” tambah Alissa.
Di samping itu, Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi yang akrab disapa Kak Seto mengungkapkan, orangtua harus memposisikan diri sebagai pertama dan utama dalam pengasuhan anak di keluarga dan harus bisa menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, gembira, dan penuh senyuman. Tidak boleh ada kekerasan karena hanya akan merusak karakter anak.
“Apakah kita sudah menjadi orangtua yang efektif? Menjadi sahabat bagi putra putri kita? Orangtua sering berada di dekat anak, namun sayangnya sering pula tidak hadir di hati anak. Hal tersebut bisa dimulai dengan melakukan rapat keluarga. Dengarkan suara putra-putri kita. Beri anak contoh demokratisasi di rumah melalui Majelis Permusyawaratan Rumah (MPR),”
Kak Seto juga mengingatkan untuk selalu memberikan apresiasi pada anak. Orangtua harus terus belajar bagaimana memahami perkembangan anak dan berkomunikasi efektif dengan anak. “Jadilah orangtua adil nan bijak yang mendidik anak sesuai dengan zamannya. Jangan bermimpi mempunyai anak penurut, tapi bermimpilah mempunyai anak yang bisa diajak bekerjasama. Mari kita ciptakan Indonesia Layak Anak dimulai dari rumah, lingkungan RT, RW, Kelurahan, dan seterusnya,” tutup Kak Seto.
Moda/gaya pengasuhan memegang peran krusial dalam sebuah keluarga dan anak, sebab sangat menentukan baik buruknya karakter anak kelak (breaking point) dalam perspektif psikososial Psikologi Perkembangan.
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Hj. Halda Arsyad melalui Kabid PPPA Noer Adenany dalam Seminar Penguatan Keluarga, berlangsung di Hotel Bumi Senyiur Samarinda, Sabtu (7/12/2019).
Menurut dia, kegagalan keluarga dalam melaksanakan tanggungjawab pengasuhan dan dikhawatirkan menyebebkan anak berada dalam kondisi rapuh dan beresiko tinggi mengalami kekerasan, eksploitasi, penelantaran, pengabailalaian dan perlakuan salah lainnya.
Kondisi itu semakin komplek lanjutnya, apabila terdapat kelemahan program pemerintah dalam membantu/memberdayakan keluarga untuk mengasuh dan melindungi & membela hajat hidup anak.
"Cara dan pola pengasuhan terhadap anak dalam suatu keluarga menjadi kunci utama dalam penguatan keluarga," ujar Halda.
Dia mengungkapkan beberapa strategi dan kebijakan telah disiapkan Kementerian PPPA. Salah satunya melalui pembentukkan Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga) menjadi bagian upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan, anak dan penyandang disabilitas.
Untuk meningkatkan kualitas kehidupan menuju keluarga makmur sejahtera di Kaltim, maka DKP3A Kaltim melaksanakan Seminar Penguatan Keluarga di Samarinda.
Dalam kesempatan itu disampaikan bahwa Puspaga merupakan bentuk layanan pencegahan dibawah koordinator DKP3A Kaltim sebagai wujud kepedulian negara dalam meningkatkan kehidupan keluarga dan ketahanan keluarga.
Utamanya, melalui program pendidikan/pengasuhan, keterampilan orang tua, keterampilan merawat, menjaga dan melindungi anak dan juga upaya meningkatkan partisipasi anak dalam keluarga maupun penyelenggaraan program konseling bagi anak dan keluarga.
“Peningkatan kapasitas orang tua dan keluarga yang bertanggung jawab terhadap anak merupakan salah satau unsur prioritas dalam pelaksanaan kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA),” imbuh Dany.
Sammpai Juni lalu Puspaga sudah terbentuk di tingkat Provinsi dan tingkat Kabupaten/Kota telah terbentuk di Kota Balikpapan, Samarinda, Kabupaten Kutai Kertanegara dan Kabupaten Berau.
"Harapan kami setelah psikoedukasi ini akan menambah wawasan seluruh peserta dan membantu masyarakat menginformasikan terkait Puspaga. Sehingga ikut andil dalam pembentukan ketahanan keluarga dalam masyarakat," harapnya.
Seminar diikuti 300 peserta perwakilan 26 sekolah. Hadir narasumber Abnan Pancasilawati, Wahyu Nhira Utami dan Suwardi Sagama. Tampak hadir Ketua MUI Kaltim Hamri Haz dan Pembina Forum Kebangsaan Yos Sutomo. (yans/her/humasprovkaltim)
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan keterlibatan ayah untuk ikut berperan dalam pengasuhan keluarga di Indonesia berdasarkan pantauan pada hasil Pemutakhiran Pendataan Keluarga 2022 cukup tinggi.
“Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa peran ayah di Indonesia dalam membina keluarga dan terlibat dalam pengasuhan cukup signifikan dan mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan pendataan keluarga 2021,” kata Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN Irma Ardiana yang dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Selasa.
Irma menuturkan bahwa Pendataan Keluarga (PK) dilakukan dengan mengumpulkan data primer kependudukan, keluarga berencana dan pembangunan keluarga dengan metode sensus.
Dalam Pemutakhiran Pendataan Keluarga 2022, hasil menunjukkan bahwa 95,38 % setiap anggota keluarga memiliki waktu untuk berinteraksi setiap hari dan 94,27 persen pengasuhan anak dilakukan secara solid bersama antara suami dan istri selama enam bulan terakhir.
Hasil itu membuktikan bahwa keterlibatan seorang ayah dalam pengasuhan mengalami kenaikan yang cukup baik dibanding tahun 2021. Pada 2021, 94,19 persen setiap anggota keluarga memiliki waktu untuk berinteraksi setiap hari dan 93,41 persen pengasuhan anak dilakukan bersama antara suami dan istri selama enam bulan terakhir.
Irma menilai capaian itu perlu mendapatkan perhatian bersama, agar semua anak-anak di Indonesia dapat tumbuh berkembang dengan baik dan memiliki karakter yang kuat karena mendapatkan pendampingan dari sosok ayahnya.
BKKBN sudah membuat sejumlah kebijakan dalam meningkatkan kualitas keluarga Indonesia, yang dilakukan dengan meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga secara holistik dan integratif sesuai siklus hidup, serta menguatkan pembentukan karakter dalam keluarga, termasuk menguatkan peran para ayah.
Adapun caranya adalah menguatkan pemahaman soal 8 (delapan) fungsi keluarga, melakukan optimalisasi pola asuh dan pendampingan balita dan anak, serta pembentukan dan penguatan karakter sejak usia dini melalui hubungan/relasi antar anggota keluarga.
BKKBN juga mengadakan peningkatan pola asuh dan pendampingan remaja, lewat peningkatan kualitas dan karakter remaja, serta penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja.
Selain itu, meningkatkan kemandirian ekonomi keluarga, dengan sasaran khusus keluarga-keluarga akseptor KB Lestari, keluarga peserta Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) khususnya Metode Operasi Pria (MOP) dan Metode Operasi Wanita (MOW), serta peserta KB Mandiri di wilayah Kampung KB.
“Kami juga meningkatkan ketahanan dan kemandirian keluarga rentan, menguatkan pelayanan ramah lansia melalui tujuh dimensi lansia tangguh dan pendampingan perawatan jangka panjang bagi lansia, juga meningkatkan kemitraan yang kokoh atas pembangunan keluarga,” ucapnya.
Irma mengemukakan bahwa berdasarkan Pemutakhiran Pendataan Keluarga 2022, capaian pada Indeks Pembangunan Keluarga (I-Bangga) 2022 berada pada angka 56,07 dengan rincian dimensi kemakmurtenteraman 58,7, dimensi kemandirian 52,41 serta dimensi kebahagiaan 57,56.
“Artinya dari hasil interpretasi I-Bangga menunjukkan bahwa keluarga di Indonesia masuk dalam kategori berkembang karena berada dalam skala 40 hingga 70,” katanya.
Pengasuhan orang tua akan menjadi peletak dasar (cornerstone/sounding board) dalam pembentukan kepribadian yang mulia/luhur pada diri anak, terutama pengasuhan dari seorang sosok ibu sebagai “madrasah awal dan utama” karena sejak anak masih berada di dalam kandungan sampai anak dilahirkan, ibulah yang berada di garda depan yang selalu ada disampingnya sampai anak dapat mencapai masa kedewasaan yang matang, mapan, mandiri/berdikari.
Orang tua mempunyai peranan inti dalam kehidupan dan optimalisasi tumbuh kembang anak. Pola pengasuhan positif terhadap anak memerlukan peran orangtua. Memenuhi kebutuhan anak akan makanan yang bergizi dan sehat, menanamkan nilai agama dan moral, azas/nilai sosial-kemanusiaan dalam kehidupan adalah beberapa diantara daftar kewajiban orangtua.
Tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, kesadaran dan sikap orang tua serta anggota keluarga untuk mempersiapkan pendidikan anak usia 0-5 tahun dalam rangka menumbuh kembangkan kecerdasan intelektual, emosional & spiritual balita – bahkan sekarang sudah mencapai aspek Adversity Quotient (AQ) yang biasa dimaknai kegigihan/keuletan/keteguhan/ketegaran/ketangguhan dalam mengatasi masalah/ujian/tantangan yang sedang dihadapi dengan memaksimalkan segala potensinya untuk meraih solusi yang efektif-efisien.
Pengasuhan anak menekankan pada sikap progresif-positif, “becoming to being” dengan menerapkan disiplin otoritatif-demokratis dengan afeksi hangat, mesra, halus, lembut, dan tegas (affectionate, compassionate) kasih sayang. Prinsip dasarnya adalah menghargai anak agar tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab, terbuka, dan berkonsep diri unik-menarik. Dalam praktiknya, pengasuhan yang diterapkan pada satu anak tidak selalu berhasil untuk anak yang lain akan tetapi menekankan pada pembangunan manusia pada usia dini; baik fisik maupun mental, intelektual, sosial, dan moral (tidak langsung ditujukan hanya melulu kepada balita saja).
Tahapan Pendampingan, Pembinaan & Penguatan Pengasuhan Keluarga (reinforcement/affirmation) sekuensial-tematik ini sifatnya berkelanjutan/berkesinambungan (berseri), berisi berbagai macam pendekatan sesuai urgensi yang terbagi dalam beberapa bagian pokok-pokok topik bahasan terkait antara lain dijabarkan di bawah ini sebagai berikut: (1) Bagian Keharmonisan Keluarga (Dinamika & Batasan Keluarga, Konflik, Prinsip Logoterapi Dalam Fenomena Perceraian, (2) Bagian Resiliensi Keluarga (Peningkatan Harmonisasi Keluarga Untuk Mewujudkan Kepuasan & Kebahagiaan Perkawinan dan Meminimalkan Perceraian Pada Anak Didik, dan (3) Bagian Optimalisasi Pengasuhan, Pendidikan, dan Kesehatan Mental Keluarga (Penguatan Keharmonisan Keluarga Dan Penjagaan Kesehatan Fisik Serta Jiwa Pada Masa Pandemi COVID-19 Menjelang Endemi), dan Bagian (4) yang mengulas tuntas tentang Strategi Keluarga Utuh - Tangguh Menjalani Pernikahan Jarak Jauh, Bagian (5) Pemasyarakatan: Pendekatan Orientasi Sistem Perkembangan Multi-Level, Bagian (6) yang memberikan gambaran tentang Komunikasi Efektif dalam dan Bagian (7) mengenai Menghadirkan Kembali Keberfungsian Keluarga dalam Membangun Resiliensi Keluarga, Bagian (8) mencakup yang berkonsentrasi pada Kepribadian dan Pengasuhan: Telaah Literatur, Bagian (9) yang memaparkan tentang Qur’anic Parenting Sarana Mewujudkan SDM Unggul (Telaah Metode Pendidikan Luqmanul Hakim), Bagian (10) yang membahas tentang Pandemi dan Learning Loss Siswa di Indonesia, Bagian (11) yang mengetengahkan mengenai Pygmalion Effect Untuk Membangun Sumber Daya Manusia Unggul, Bagian (12) mengenai Perkembangan Karier Generasi Z: Tantangan dan Strategi dalam Mewujudkan Sumber Daya Manusia Indonesia Yang Unggul, Bagian (13) tentang Keberfungsian Keluarga yang Memiliki Anak dengan Kesulitan & Ketidakmampuan Belajar, Bagian (14) mengenai Mindful Parenting untuk Meningkatkan Kesehatan Mental Anak dan Remaja sebagai Generasi Unggul Masa Depan dan Bagian (15) tentang Keluarga dan Masyarakat Urban dalam Perspektif Psikologi Sosial-Komunitas-Lingkungan.
Bagaimanapun, kelima belas indikator yang tertera sebelumnya akan kembali lagi dieksekusi keterlaksanaannya (feasibility study) yang adekuat sesuai syarat, ketentuan program Pengabdian Masyarakat IDRI Banten Batch III Goes to Baduy yang memang amat sangat terbatas oleh waktu (time-constraints) sehingga mempengaruhi/berdampak terhadap rencana observasi permasalahan yang berlaku.
Tujuh acuan pilar mendidik anak menurut Psikolog Anak Elly Risman adalah : Pertama, Orang Tua Harus Terlibat Aktif & Sepenuhnya Ada untuk Perkembangan (Emosi) Anak, Kedua, Dibutuhkan Attachment (keterikatan, kelekatan/bonding), Ketiga, Tujuan Pengasuhan Jelas, Keempat, Atur Gaya Bicara, Kelima, Pendidikan Agama, Keenam, Persiapkan Pola Pengasuhan Saat Anak Puber, dan yang terakhir Ketujuh, Ajari Anak Membatasi/Menahan Pandangan.
Menurut dokter peneliti dr. Aisah Dahlan, CMHt., CM.NLP dapat diimplementasikan metode pengenalan 4 (empat) jenis watak kepribadian pasangan suami-istri dan anak yaitu koleris, plegmatis, sanguinis, dan melankolis - yang harus dilihat dari keseharian/rutinitas mana yang lebih sesuai untuk saling mengisi/melengkapi kekosongan dan kekurangan pasangan, menenangkan dan menyenangkan pikiran dan perasaan, pun bermanfaat sarat maslahat pula dalam fase pembentukan karakter anak ke depannya.
“Pembinaan, Pendampingan & Penguatan Pengasuhan Keluarga secara kontekstual-pragmatis akan dikawal dengan lebih menekankan pengejawantahan mengeksplorasi wilayah kognisi-afeksi-konasi secara komprehensif-eklektik berbasis aplikasi ketiga domain disiplin peminatan ilmu Psikologi dengan kehususan Psikologi Sosial Terapan yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepribadian big five (Big Five Personality Traits/Tipe Kepribadian dalam Teori Big Five); merupakan kepribadian manusia yang kompleks diringkas dalam dimensi lima ciri kepribadian: openness, conscientiousness, extraversion, agreeableness, dan neuroticism. Ringkasnya, 5 ciri kepribadian ini bisa disingkat menjadi akronim OCEAN dengan pemadupadanan elemen tren/tendensi perilaku sosial lainnya (altruistik, prososial, konformitas, kepatuhan, pemalasan diri, ketidakberdayaan diri, pembelajaran sosial, perilaku genetik, dsb. walaupun belum menggali sisi negatif-psikopatik/destruktif perilaku sosial seperti gaslighting, shading, trolling, hating, toxic validity, narcissistic personality disorder/sociopath, dll.
Pecahan/fragmen ilmu Psikologi Sosial kemudian secara simultan/bersamaan dibuat berkelindan dengan memanifestasikan secara mindful/sadar akan komponen Psikologi Perkembangan (Psiko Kognitif Piaget & Psikososial Erikson) yang sejak lama menjunjung kesejahteraan/kesentosaan (well-being) ibu dan anak di unit keluarga sebagai outlet/wadah Prodi D-III Kebidanan yang mengusung visi pelayanan kesehatan komplementer promotif-preventif; dan pada akhirnya yang kesemuanya diturunkan menjadi derivasi model paradigma yang menghasilkan laporan luaran (outcome) Psikologi Islam yang literal-akuntabel-transparan-asertif-artikulatif ; in-line dengan kampung mualaf yang berkomitmen konsekuen dan beusaha konsisten mengadopsi adaptif agama Islam sebagai jalan hidup baru yang dianut/dipeluk dengan pembelajaran pedoman/panduan agama/keyakinan yang berbeda, berguna secara selaras tanpa menghilangkan orijinalitas/otentisitas suku Banten itu sendiri yang masih kooperatif dengan tata peribadahan syari’at Islam) - yang seterusnya korelasi & konektivitasnya akan dinilai lewat faktor mediator-moderator untuk masukan/sarana wacana proyek riset/penelitian kategori indegeneous (asli pribumi/ciri khas lintas sosio-historis-kultural/budaya) – dimana modifikasi staging/tahapan intervensi sosialnya akan dikomunikasikan lebih lanjut nanti”, ujar Dosen Dr. (Cand.) Liza Anggraeni, S. Psi., M. Si. dalam menukas sasaran yang aktivitas kesehariannya penulis berkapasitas sebagai Pengampu Mata Kuliah Psikologi di kampus KBH.
Kompilasi kegiatan Bakti Sosial juga menjadi bagian vital dari program ini dengan mengkombinasikan penyelenggaraan pemeriksaan kesehatan gratis untuk warga, distribusi alat tulis sekolah untuk anak-anak, pemberian/wakaf Al-Qur’an dan buku-buku bacaan, serta pembagian paket sembako.
PKM Kolaborasi Nasional Batch 3 di Kampung Mualaf Baduy merupakan sebuah langkah psikoedukasi kolaboratif yang koordinasinya diharapkan dapat menciptakan perubahan positif dalam pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang sehat, sejahtera dan berdaulat.