Derajat kesehatan masyarakat di Indonesia belum memuaskan. Angka kematian ibu dan bayi masih tinggi, sedangkan umur harapan hidup masih rendah yakni rata-rata 65,1 tahun (SUSENAS, 1999). Kondisi ini berakibat pada masih rendahnya indeks pembangunan, manusia Indonesia yang menduduki urutan ke 112 dari 175 negara (UNDP< 2003). Angka Kematian Ibu (AKI) yang merupakan salah satu indicator derajat kesehatan, berdasarkan survey Demografi Kependudukan Indonesia (SDKI tahun 2002) masih sangat tinggi, yaitu 307 pertahun dari 100.000 kelahiran hidup, sedangkan Angka Kematian Bayi yaitu 50 : 1.000 kelahiran hidup (SUSENAS tahun 2001). Angka angka tersebut masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Negara-Negara ASEAN lainnya. Hal ini menunjukan masih belum optimalnya pembangunan kesehatan di Indonesia.
Pembangungan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan untuk membangun kesadaran, kemauan dan kemampua untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan upaya pengelolaan berbagai sumber daya pemerintah maupun masyarakat sehingga dapat disediakan pelayanan kesehatan yang efisien, bermutu dan terjangkau. Hal ini perlu didukung dengan komitmen yang tinggi terhadap kemauan dan etika dan dilaksanakan dengan semangat pemberdayaan yang tinggi, dengan senantiasa memberi prioritas pada upaya pembangunan kesehatan dan pengendalian penyakit disamping penyembuhan dan pemulihan.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam pembangunan bidang kesehatan, maka sangat disadari bahwa dalam proses pembangunan kesehatan tersebut, keberadaan sumber daya manusia (SDM) atau tenaga kesehatan memegang peran yang sangat menentukan. Hal ini antara lain disebabkan oleh semakin meningkatnya kebutuhan serta tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan yang berkualitas, disamping juga peranan yang harus diemban oleh tenaga kesehatan sebagai motivator, innovator dan fasilitator dalam upaya mengubah pola pikir dan sikap hidup di masyarakat dalam rangka penerapan paradigma sehat.
Jumlah sumber daya manusia (SDM) kesehatan di Indonesia masih belum memadai. Rasio Tenaga Kesehatan dengan jumlah penduduk masih rendah. Produksi dokter setiap tahun sekitar 2.500 dokter baru, sedangkan rasio dokter terhadap jumlah penduduk adalah 1 : 5000. Produksi perawat setiap tahun sekitar 40.000 perawat baru, dengan rasio terhadap jumlah penduduk adalah 1:2.850. Sedangkan produksi bidan setiap tahun sekitar 600 bidan baru dengan rasio terhadap jumlah penduduk adalah 1: 2.600.
Pendidikan Tenaga Kesehatan sebagai bagian integral dari pembangunan kesehatan merupakan salah satu elemen penting dalam menunjang terwujudnya Indonesia Sehat 2010. Berkenaan dengan hal tersebut, upaya peningkatan kualitas sumber daya kesehatan melalui jalur pendidikan di bidang kesehatan, merupakan satu jawaban yang sangat tepat. Pelaksanaan proses Pendidikan Tenaga Kesehatan yang merupakan proses transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, merupakan suatu tindakan sadar dalam rangka mencerdaskan anak bangsa guna mencapai tingkat profesionalisme sesuai dengan jenis dan tingkat pendidikan tenaga-tenaga kesehatan yang diikutinya. Pendidikan tenaga Kerja Kesehatan bertujuan untuk menyediakan tenaga kesehatan dalam jumlah dan jenis yang sesuai, yang memiliki ciri-ciri : berbudi luhur, tangguh, cerdas, terampil mandiri, memiliki rasa kesetiakawanan, bekerja keras, produktif, kreatif, inovatif,dan berdisiplin serta berorientasi ke masa depan sesuai dengan azas profesionalismenya masing–masing.
Memasuki ekonomi terbuka dan pasar bebas yang telah dimulai sejak tahun 2003 melalui Asean Free Trade Area (AFTA), dan pada tahun 2010 melalui Asia Pasific Economic Community (APEC), serta selanjutnya mulai tahun 2020 melalui World Trade Organization (WTO), maka setiap bangsa akan dihadapkan pada persaingan yang semakin ketat dan tajam. Hal ini ditandai dengan perubahan tatanan masyarakat dunia, dimana batas negara seolah-olah semakin kabur sebagai akibat dari perkembangan transportasi, telekomunikasi dan teknologi informasi, yang semakin dipercepat dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Arus informasi telah membuat dunia seolah-olah semakin sempit, jarak antar negara tidak lagi menjadi masalah, peristiwa
yang terjadi di suatu tempat pada saat yang bersamaan dapat langsung dapat dilihat dan diketahui oleh masyarakat dari belahan bumi lainnya.
Perkembangan teknologi yang demikian cepat menuntut setiap bangsa untuk senantiasa meningkatkan kemampuan pengembangan dan pemanfaatan ilmu dan teknologi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Semua tantangan tersebut menuntut kemandirian, profesionalisme, dan daya saing bangsa yang tinggi untuk dapat memasuki dan memenangkan persaingan, Tuntutan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan setiap unsure bangsa semakin tinggi, demikian juga halnya dalam pembenahan kelembagaan dan sistem pengelolaan kegiatan, semua ini dimaksudkan agar dapat dicapai efisiensi dan efektifitas, dan tingkat adaptasi kemampuan yang tinggi terhadap kesiapan sumber daya manusia. Keadaan tersebut harus diantisipasi melalui penyiapan sumber daya manusia berkualitas yang merupakan modal dan sekaligus kunci keberhasilan pembangunan suatu bangsa.
Demikian pula bidang kesehatan dengan berbagai masalah yang harus dipecahkan yang cenderung semakin komplek. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pergeseran sistem pelayanan kesehatan, proses transisi dari masyarakat tradisional ke masyarakat maju dan modern, semuanya menuntut peningkatan dan perkembangan profesional tenaga kesehatan yang handal dan terampil.
Untuk mengantisipasi hal ini, maka langkah awal yang perlu ditempuh adalah melalui penataan pendidikan kesehatan, yakni dengan terus menyesuaikan kurikulum dan meningkatkan program pengajaran sesuai dengan tuntutan dinamika yang terus berkembang. Sehingga baik dari sisi relevansi maupun kapasitas akan memberikan kesempatan yang lebih luas bagi para tenaga kesehatan dalam mejalankan peran dan fungsi pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan kenyataan seperti ini, maka semua tenaga kesehatan di Indonesia pada bidangnya masing-masing akan senantiasa dapat memenuhi kriteria minimal sebagai tenaga kesehatan yang terampil, baik mereka lulusan program Diploma III Kebidanan (D III) atau pun program Diploma III Kesehatan lainnnya. Namun, karena masih terbatasnya institusi pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan kebidanan, maka hal ini masih dirasakan sebagai kendala.
Dampak lain dari ekonomi terbuka dan pasar bebas adalah persaingan yang semakin ketat, terutama persaingan di pasar tenaga kerja. Globalisasi memang memberi peluang
bagi tenaga perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya untuk bekerja di luar negeri. Namun, di sisi lain, globalisasi juga telah membuka kesempatan yang lebih besar bagi tenaga-tenaga kesehatan dari bangsa/ Negara lain, termasuk tenaga perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya untuk bekerja di Indonesia. Persaingan bebas seperti merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindarkan. Oleh karena itu, hanya tenaga kerja yang memiliki kualifikasi yang setara dengan kualifikasi internasionallah yang dimungkinkan akan mendapatkan kesempatan yang lebih besar untuk mengisi peluang kerja, baik di dalam maupun di luar negeri. Kondisi ini merupakan peluang sekaligus tantangan bagi perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya untuk senantiasa meningkatkan kompentensinya agar dapat memberikan pelayanan yang bermutu dan profesional.
Pengembangan Pendidikan Kebidanan adalah sangat penting dan memiliki peran yang sangat strategis dalam pengembangan pelayanan kesehatan, pengembangan teknologi, pembinaan kehidupan keprofesian dan pendidikan kebidanan secara berjenjang dan berlanjut yang hanya dapat dicapai melalui pengelolaan pendidikan tinggi dengan demikian mempunyai alasan yang cukup mendasar karena keberhasilan pengembangan tenaga bidan di Indonesia di masa mendatang akan sangat tergantung pada penataan dan pengembangan Pendidikan Tinggi di bidang Kebidanan saat ini. Melalui peningkatan dan pengembangan Pendidikan Kebidanan tersebut diharapkan akan terjadi percepatan proses perubahan atau transisi profesi kebidanan yang semula hanya merupakan kegiatan okupasional menjadi kegiatan yang terampil dan profesional, yang semula menggunakan pendekatan tradisional beralih ke penyelesaian dan penanganan masalah secara ilmiah, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada para pemakai jasa dan profesi.
Perguruan Tinggi sebagai wahana penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas mempunyai peranan yang sangat strategis, sehingga perlu terus ditata dan dikembangkan agar dapat mengikuti laju pembangunan yang semakin pesat. Dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa :
Peran serta masyarakan dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber pelaksanaan dan pengguna hasil pendidikan
Undang-undang tersebut secara tegas memberikan peluang kepada masyarakat untuk mendirikan dan menyelenggarakan lembaga pendidikan tinggi di berbagai bidang termasuk di bidang kesehatan.
Menanggapi peluang yang telah diberikan oleh negara melalui Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tersebut, serta mengingat tanggung jawab sebagai anggota masyarakat yang diharapkan agar berpartisipasi aktif dalam pembangunan bangsa termasuk pembangunan di bidang kesehatan, maka Yayasan KARYA BUNDA HUSADA di Tangerang mengajukan pendirian program Studi Kebidanan Jenjang Diploma III pada Tahun 2004. Kajian kelayakan yang dilakukan melalui analisis pasar kerja, analisis minat calon mahasiswa, dan analisis potensi diri sebagaimana diuraikan selanjutnya, menunjukan bahwa pendirian Program Studi Kebidanan Jenjang Diploma III Akademi Kebidanan Karya Bunda Husada di Tangerang ternyata sangat layak.